No Nama Lembaga Alamat Telp./Fax/e-mail
01 RS. Ketergantungan Jl.RS. Fatmawati, Kompleks RS. Fatmawati
Jakarta selatan 7655461, 7698240, 7504009
02 RS. Angkatan Laut Mintohardjo Jl. Bendungan Hilir
Jakarta Pusat 5703081, 5702036
03 RS Darmawangsa Jl. Darmawangsa Raya No.1, Blok P-2
Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 7394484
04 RS. Ongkomulyo Jl. Pulomas Barat VI
Jakarta Timur 13210 4723332
05 Bagian Psikiatri FKUI/ RSUPN-CM Jl. Salemba Raya no.6
Jakarta Pusat 330371, 330373
06 Bagian IGD dan bagian Kerohanian R.S. PGI Cikini JL. Raden Saleh no.40
Jakarta 13210 336019
07 Parmadisiwi Jl. MT. Haryono No.11 Cawang
Jakarta Timur 8092713
08 Yayasan Titian Respati Jl. Hang Lekir II No.16
Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 7394762, 7394769
09 Yayasan Insan Pengasih Indonesia Jl. Daksa IV No.69
Jakarta Selatan 7208216
10 Sistim Prof. Dadang Hawari Tebet Mas Indah E-5, Jl. Tebet Barat I
Jakarta Selatan 8298885
11 Yayasan Pelita Ilmu Jl. Kebon Baru IV No.16, Tebet
Jakarta Selatan 12820 83795480, 8311577
12 Lembaga Aksi Hidup Sehat Jl. Tebet Timur Dalam II C/9
Jakarta 12820 8295294
13 Wisma Adiksi Jl. Jati Indah I No.23, Pangkalan Jati -Pondok Labu
Jakarta 16514 7690455, 75404604
14 Yayasan Kasih Mulya Ruko Pantai Indah Kapuk
Jl. Camar Indah I Blok DD No.10 5881103
15 Yayasan Tiara Darma Seta Jl. Albaido I No. 30, Lubang Buaya
Jakarta 13810 8413117
16 Yayasan Gerbang Aksa Jl.H.Sangaji No.19, Jakarta 10130 6315544
17 BERSAMA Jl. Madiun No.34, Jakarta 10310 326330, 3924952
18 KerlipNAZA Jl. Tirtayasa Raya No.51, Jakarta 12160 7248049
19 Abdi Nusantara (0411) 8544223
20 Bangun Mitra Sejati Jl. Suci No.25 Susukan Cipayung - Jaktim 9236027, 8404159 (fax)
21 Dian Aksa Jl. Paal Batu III No.1 Casablanca Jaksel 12870 8297579
22 Dharma Kasih Ibu Jl. Villa Karina Komp. Cilember Jogjogan
Bogor, Jawa Barat (0251) 252379
23 Doulos Jl. Kelapa Nias XI/15 Jaktim 8453548 (faks)
24 Drop In Centre Jl. Daksa IV No.69 Kebayoran Baru Jaksel 7227352
25 Gerbang Aksa Jl. AM Sangaji No.19 Jakarta 10130 632-6043 fax. 6315544
26 Getsemani Jl. Raya Pekayon No.30 Bekasi Barat 8218619, 8218621
27 Harapan Permata Hati Kita Jl. Dr Semeru 112, Bogor (0251)382052, (0251) 335875
28 Insan Pengasih Senayan Golf driving Range Jl. Pintu V
Gelora Senayan Jakarta Pusat 10270 5735416/18, 5735418 (fax)
29 Mitra Indonesia Jl. Kebon Kacang IX/78 Jakpus 3921608
30 Narcotic Ananymous Jl. Pekalongan I No. 18 Menteng Jakpus
31 Project Concern International Jl. Tirtayasa No.51 Kebayoran Baru Jaksel 7221136
32 Pakta Jl. KH Mahmud III No.8 Perdatam Pancoran, Jaksel 79195071, 79195071 (fax)
33 Kasih Mulia Ruko Pantai Indah Kapuk Jl. Camar Indah I blok DD No.10 5881103, (fax)
34 PKBI DKI Jl. Rawa Selatan IV No.48 Johar Baru 42880266, 4214748 (fax)
35 Pondok Bina Kasih Jl. Jatinegara Timur II No.30C Jaktim 8575935, 85905410
36 Rs. Mitra Keluarga Jl. Raya Jatinegara Timur II Jatinegara 85-87 Jaktim 2800888
37 RSKO Jl. Rs. Fatmawati, Cilandak Jakarta Selatan 7695461, 7698240
38 Rs. Ongkomulyo Jl. Pulo Mas Barat VI Jaktim 4723332
39 Sarasvati Jl. Kedoya Duri Raya No.22 Kedoya Jakbar 5801209
40 Suryalaya Tasikmalaya, Jawa Barat (0265) 445828
41 Spiritia Jl. Lauser No.3B Kebayoran Baru 7235236
42 The Futures Group Gedung Tifa Lt.2 Jl. Kuningan Barat No.26 Jakarta Selatan 5200596,
43 World Healt Organization UN Building Jl. MH Thamrin No.14 Jakarta 10350 4255334, 4
Rabu, 23 Desember 2009
PENGOBATAN PADA RUMAH REHABILITASI
A. TAHAP I: DETOKSIFIKASI
Detoksifikasi merupakan satu cara untuk menghilangkan racun-racun obat dari tubuh si penderita kecanduan NARKOBA. Proses ini dapat dilakukan melalui cara-cara berikut ini:
1. Cold Turkey (abrupt withdrawal) yaitu proses penghentian pemakaian Narkoba secara tiba-tiba tanpa disertai dengan substitusi antidotum.
2. Bertahap atau substitusi bertahap, misalnya dengan Kodein, Methadone, CPZ, atau Clocaril yang dilakukan secara tapp off (bertaha) selama 1 - 2 minggu.
3. Rapid Detoxification: dilakukan dengan anestesi umum (6 - 12 jam).
4. Simtomatik: tergantung gejala yang dirasakan.
B. TAHAP II: DETEKSI SEKUNDER INFEKSI
Pada tahap ini, biasanya kita melakukan pemeriksaan laboratorium lengkap dan tes penunjang yang lain untuk mendeteksi penyakit atau kelainan yang menyertai para pecandu Narkoba. Contohnya, Hepatitis (B/C/D), AIDS, TBC, JAMUR, sexual transmitted disease (Sifhilis, GO, dll).
Jika dalam pemeriksaan ditemukan penyakit di atas, biasanya kita langsung melakukan pengobatan medis sebelum pasien dikirim ke rumah rehabilitasi medis. Hal ini perlu untuk mencegah untuk mencegah terjadinya penularan penyakit pada para penderita yang lain atau tenaga kesehatan.
C. TAHAP III: REHABILITASI
Prinsip perawatan di setiap rumah rehabilitasi medis yang ada di Indonesia sangat beragam. Ada yang menekankan pengobatan hanya pada prinsip medis, ada pula yang lebih menekankan pada prinsip rohani. Atau, prinsip pengobatan dengan cara memadukan kedua pendekatan tersebut dalam komposisi yang seimbang.
Pengobatan rawat inap ini biasanya dilakukan selama 3 bulan sampai dengan 1 atau 2 tahun, sedangkan biaya per orang kurang lebih Rp3 juta sampai Rp8 juta per bulan.
D. TAHAP IV: PURNARAWAT (AFTERCARE)
Sebelum kembali ke masyarakat, para penderita yang baru sembuh akan ditampung di sebuah lingkungan khusus (sektor swasta, jurnalis, kelompok agama, LSM, dll) selama beberapa waktu tertentu sampai pasien siap secara mental dan rohani kembali ke lingkungannya semula. Hal ini terjadi karena sebagian besar para penderita umumnya putus sekolah dan tidak mempunyai kemampuan intelejensia yang memadai. Akibatnya, banyak di antara mereka menjadi rendah diri setelah keluar dari rumah rehabilitasi.
Lamanya proses aftercare dapat bervariasi, biasanya dilakukan antara 3 bulan sampai 1 tahun. Dari keempat tahap pengobatan, aftercare merupakan tahap yang terpenting dan sangat menentukan untuk mencegah si penderita kembali ke lingkungannya yang semula.
Sejujurnya, berdasarkan data statistik, tingkat keberhasilan dalam penanganan kasus ketergantungan Narkoba secara medis tidak optimal (hanya 15-20%). Mengapa demikian? Apakah pendekatan medis belum cukup mampu untuk mengatasi hal ini? Mungkinkah ada alternatif lain yang bisa diterapkan di dalam prinsip pengobatan agar hasilnya lebih optimal
A. TAHAP I: DETOKSIFIKASI
Detoksifikasi merupakan satu cara untuk menghilangkan racun-racun obat dari tubuh si penderita kecanduan NARKOBA. Proses ini dapat dilakukan melalui cara-cara berikut ini:
1. Cold Turkey (abrupt withdrawal) yaitu proses penghentian pemakaian Narkoba secara tiba-tiba tanpa disertai dengan substitusi antidotum.
2. Bertahap atau substitusi bertahap, misalnya dengan Kodein, Methadone, CPZ, atau Clocaril yang dilakukan secara tapp off (bertaha) selama 1 - 2 minggu.
3. Rapid Detoxification: dilakukan dengan anestesi umum (6 - 12 jam).
4. Simtomatik: tergantung gejala yang dirasakan.
B. TAHAP II: DETEKSI SEKUNDER INFEKSI
Pada tahap ini, biasanya kita melakukan pemeriksaan laboratorium lengkap dan tes penunjang yang lain untuk mendeteksi penyakit atau kelainan yang menyertai para pecandu Narkoba. Contohnya, Hepatitis (B/C/D), AIDS, TBC, JAMUR, sexual transmitted disease (Sifhilis, GO, dll).
Jika dalam pemeriksaan ditemukan penyakit di atas, biasanya kita langsung melakukan pengobatan medis sebelum pasien dikirim ke rumah rehabilitasi medis. Hal ini perlu untuk mencegah untuk mencegah terjadinya penularan penyakit pada para penderita yang lain atau tenaga kesehatan.
C. TAHAP III: REHABILITASI
Prinsip perawatan di setiap rumah rehabilitasi medis yang ada di Indonesia sangat beragam. Ada yang menekankan pengobatan hanya pada prinsip medis, ada pula yang lebih menekankan pada prinsip rohani. Atau, prinsip pengobatan dengan cara memadukan kedua pendekatan tersebut dalam komposisi yang seimbang.
Pengobatan rawat inap ini biasanya dilakukan selama 3 bulan sampai dengan 1 atau 2 tahun, sedangkan biaya per orang kurang lebih Rp3 juta sampai Rp8 juta per bulan.
D. TAHAP IV: PURNARAWAT (AFTERCARE)
Sebelum kembali ke masyarakat, para penderita yang baru sembuh akan ditampung di sebuah lingkungan khusus (sektor swasta, jurnalis, kelompok agama, LSM, dll) selama beberapa waktu tertentu sampai pasien siap secara mental dan rohani kembali ke lingkungannya semula. Hal ini terjadi karena sebagian besar para penderita umumnya putus sekolah dan tidak mempunyai kemampuan intelejensia yang memadai. Akibatnya, banyak di antara mereka menjadi rendah diri setelah keluar dari rumah rehabilitasi.
Lamanya proses aftercare dapat bervariasi, biasanya dilakukan antara 3 bulan sampai 1 tahun. Dari keempat tahap pengobatan, aftercare merupakan tahap yang terpenting dan sangat menentukan untuk mencegah si penderita kembali ke lingkungannya yang semula.
Sejujurnya, berdasarkan data statistik, tingkat keberhasilan dalam penanganan kasus ketergantungan Narkoba secara medis tidak optimal (hanya 15-20%). Mengapa demikian? Apakah pendekatan medis belum cukup mampu untuk mengatasi hal ini? Mungkinkah ada alternatif lain yang bisa diterapkan di dalam prinsip pengobatan agar hasilnya lebih optimal
NARKOBA DAN OVER DOSIS
Overdosis (OD) atau kelebihan dosis terjadi apabila tubuh mengabsorbsi obat lebih dari ambang batas kemampuannya (lethal doses). Biasanya, hal ini terjadi akibat adanya proses toleransi tubuh terhadap obat yang terjadi terus menerus, baik yang digunakan oleh para pemula maupun para pemakai yang kronis. OD sering terjadi pada penggunaan NARKOBA golongan narkotik bersamaan dengan alkohol dan obat tidur/anti depresan, misalnya golongan barbiturat luminal, valium, xanax, mogadon/BK, dan lain-lain).
A. GEJALA KLINIS YANG TIMBUL AKIBAT OVER DOSIS
Ada beberapa gejala klinis yang dapat dilihat pada para pecandu yang mengalami gejala over dosis, yakni:
1. Penurunan kesadaran
2. Frekuensi pernafasan kurang dari 12 kali per menit
3. Pupil miosis
4. Riwayat pemakaian morfin atau heroin mempunyai ciri yang khas yakni tanda bekas jarum suntik
B. PENANGANAN OVER DOSIS
Umumnya, mekanisme penanganan overdosis pada para pecandu NARKOBA yang dilakukan di rumah-rumah sakit atau klinik-klinik ketergantungan obat mempunyai dasar terapi yang sama. Upaya yang dilakukan ialah melakukan monitoring tanda-tanda vital dari tubuh manusia, yang meliputi:
1. Penanganan Kegawatan
a. Bebaskan jalan nafas
b. Berikan oksigen 100% sesuai kebutuhan
c. Pasang Infus Dextrose 5% emergensi NaCl 0,9% , atau cairan koloid bila diperlukan
d. Bila diperlukan, pasang endotracheal tube
2. Pemberian Antidotum Nalokson.
a. Tanpa hipoventilasi: Dosis awal diberikan 0,4 mg intra vena.
b. Dengan hipoventilasi : Dosis awal diberikan 1-2 mg intra vena.
c. Bila tidak ada respon dalam 5 menit, berikan Nalokson 1-2 mg intra vena sehingga timbul respon perbaikan kesadaran dan hilangnya depresi pernapasan, dilatasi pupil, atau telah mencapai dosis maksimal 10 mg.
d. Bila tidak ada respon, lapor konsulen ke Tim Narkoba.
e. Efek Nalokson akan berkurang 20 - 40 menit setelah pemberian dan pasien dapat jatuh dalam keadaan overdosis kembali, sehingga perlu pemantauan ketat terhadap tanda-tanda penurunan kesadaran, pernapasan, perubahan pada pupil, dan tanda vital yang lain selama 24 jam.
f. Untuk pencegahannya dapat diberikan drip Nalokson satu ampul dalam 500 cc Dexstrose 5% atau NaCl 0,9% yang diberikan dalam waktu 4 - 6 Jam.
g. Simpan sampel urin (untuk drug screen test dan urine rutin).
h. Lakukan foto torak untuk mengetahui ada atau tidaknya gangguan/sekunder infeksi pada paru-paru.
i. Pertimbangkan pemasangan ETT (endotracheal tube) bila dalam penanganan dengan pemberian Nalokson selama lebih dari 3 jam masih terdapat depresi pernafasan, gangguan oksigenasi, dan hipoventilasi menetap setelah pemberian Nalokson yang ke-2
j. Pasien dipuasakan selama 6 jam untuk menghindari aspirasi akibat spasme pirolik (dianjurkan setiap IGD mempunyai persediaan 5 ampul Nalokson untuk tindakan
PERAWATAN DAN PENGOBATAN UNTUK PENDERITA KETERGANTUNGAN NARKOBA
Dewasa ini kita dapat menemukan banyak cara sebagai usaha penyembuhan bagi penderita ketergantungan narkoba. Cara-cara tersebut beragam dari konsultasi pada psikolog atau psikiater, panti Rehabilitasi, minum obat-obatan tertentu, dll.
Yang dimaksud dengan kesembuhan adalah keadaan di mana penderita benar-benar putus hubungan dengan narkoba dan mengalami perubahan dalam kepribadian dan gaya hidup.Agar penderita ketergantungan ini dapat melepaskan diri dari ketergantungannya, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam merencanakan treatment bagi penderita.
Hal-hal yang harus diperhatikan tersebut adalah:
A. Keadaan fisik, psikologis dan masalah-masalah sosial yang dihadapi penderita
B. Tahap-Tahap Ketergantungan
C. Aset pribadi yang dimiliki, seperti prestasi sekolah, sikap, sifat, emosi, riwayat pekerjaan, dll.
D. Keadaan keluarga penderita.
Keempat hal tersebut akan kita lihat satu per satu di bawah ini.
A. KEADAAN FISIK, PSIKOLOGIS DAN MASALAH-MASALAH SOSIAL YANG DIHADAPI PENDERITA
Ketergantungan narkoba membawa dampak pada keadaan fisik, psikologis dan sosial penderitanya. Oleh karena itulah treatment harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat menjadi efektif dalam ketiga area tersebut, dengan penekanan pada hal-hal yang dianggap buruk
Artinya, orang tua atau pendamping penderita harus dapat melihat keadaan penderita & penyebab terjadinya penyalahgunaan obat. Bila keadaan fisiknya buruk, maka ia harus mendapatkan perawatan detoksifikasi terlebih dahulu, setelah itu berlanjut ke tahap yang selanjutnya
Kalau ternyata terdapat masalah pada kepribadian penderita, misalnya anak tidak dapat beradaptasi dengan baik dengan lingkungannya, atau manajemen stres penderita tidak baik, maka ia terlebih dahulu harus mendapatkan terapi dari psikolog untuk mengatasi masalah-masalah pribadinya. Sedangkan jika masalah yang ia hadapi tampak berasal dari lingkungannya, misalnya teman-teman yang kurang baik atau hal-hal lain, masalah inilah yang harus dihadapi terlebih dahulu. Penderita bisa dipindahkan sementara ke tempat lain yang jauh dari teman-teman tanpa perlu rehabilitasi atau cara-cara penyembuhan lain.
Hal-hal ini amat penting diketahui agar penyembuhan penderita tepat mengenai sasarannya. Bila masalah yang dihadapi sudah diketahui secara pasti, akan lebih mudah diketahui metode penyembuhan yang paling sesuai.
B. TAHAP-TAHAP KETERGANTUNGAN
1. Tahap Eksperimen dan Sosial :
Pada tahap ini ada beberapa jenis treatment yang dapat digunakan, antara lain: Outpatient Treatment. Karena pada tahap ini penderita baru mulai mencoba-coba menggunakan narkoba atau memakainya pada kegiatan sosialisasi, penderita tidak perlu diikutkan pada sejenis kegiatan rehabilitasi yang memisahkannya dari dunia luar. Penyuluhan di sekolah dapat bermanfaat bagi mereka yang masih mempunyai atensi pada guru atau guru BP di sekolah.
Kegiatan lain yang dapat dilakukan dalam outpatient treatment ini adalah terapi individu dan keluarga. Pemberi terapi, tentu saja, haruslah seseorang yang benar-benar ahli dalam bidang terapi seperti dokter, psikolog atau psikiater yang mendalami masalah ketergantungan narkoba.
2. Tahap Instrumental
Pada saat penderita sudah mulai lebih jauh menggunakan narkoba, ada 3 treatment yang dapat dijadikan pertimbangan, treatment yang diberikan harus sesuai dengan kondisi penderita pada saat itu. Bila keadaan lingkungan keluarga dan sosialnya memungkinkan ( tidak membahayakan atau lebih menjerumuskannya untuk menggunakan narkoba ). Berikut ini adalah berbagai macam perawatan yang dapat diberikan kepada penderita yang berada di tahap instrumental :
a. After School Program
Pada program ini, penderita tetap dapat menjalankan kehidupannya seperti biasa pada pagi hari ( sekolah, kuliah atau bekerja ). Kemudian pada sore atau malam hari, terapi grup dilakukan. Terapi grup ini biasanya berupa pertemuan dan pergi bersama-sama pada akhir minggu. Sebagai tambahan, dapat dilakukan juga terapi individu dan keluarga.
b. Partial Hospitalization
Pada partial hospitalization, seorang korban narkoba diperbolehkan tinggal di rumah, tetapi setiap hari ia datang ke tempat rehabilitasi. Di tempat ini, korban menghabiskan sekitar 8 jam sehari. Di sana ia dapat sekolah atau mengerjakan hal-hal lain yang sudah terprogram dengan baik. Biasanya pendidikan formal dan pengetahuan tentang narkoba termasuk di dalamnya. Terapi-terapi juga dapat dilakukan pada waktu ia berada di sana. Dukungan terpenting yang harus ia dapatkan selama berada dalam program ini adalah dukungan terapi dan pendidikan keluarga. Selama penderita ada dalam program ini, keluarga juga mendapatkan pendidikan mengenai narkoba.
3. Tahap Pembiasaan dan Kompulsif
Pada tahap ini cara yang terbaik untuk seorang korban narkoba adalah menjauhkan mereka dari lingkungannya Untuk penderita tahap pembiasaan, short-term residential care masih dapat dilakukan. Short term residential care ini biasanya memakan waktu sekitar 4-6 minggu. Pusat rehabilitasi short term yang baik haruslah memiliki program-program yang terstruktur dan terlaksana dengan baik. Dalam program tersebut juga harus dimasukkan pendidikan mengenai narkoba baik kepada anak bina maupun keluarga. Terapi keluarga dan anak bina juga sebaiknya dilaksanakan, begitu pula dengan pertemuan atau program-program yang melibatkan masyarakat sekitarnya.
Untuk penderita ketergantungan tahap kompulsif, long term care lebih disarankan. Program yang diberikan biasanya tidak jauh berbeda dari short term care, hanya waktu yang dibutuhkan lebih lama, biasanya sekitar 6 bulan sampai 1 tahun atau mungkin lebih.
Setelah seorang korban narkoba telah mengikuti program panti rehabilitasi, ada sebuah program bernama Halfway House yang bisa diikuti. Halfway house adalah suatu program transisi antara pusat rehabilitasi dan kembalinya anak bina pada kehidupan dengan lingkungan keluarganya. Pada saat ini pula mereka biasanya melakukan kegiatan-kegiatan atau terapi penunjang yang dapat mereka ikuti setelah mereka benar-benar kembali ke rumah.Hal penting yang harus diingat oleh orang tua atau pendamping anak bina adalah pusat rehabilitasi baik short maupun long term tidak menjamin anak bina akan langsung sembuh total begitu keluar dari pusat rehabilitasi tersebut. Anak bina masih perlu mendapat bimbingan setelah keluar dari panti rehabilitasi dan dukungan dari keluarga.
C. ASET PRIBADI YANG DIMILIKI KORBAN NARKOBA seperti prestasi sekolah, sikap, sifat, emosi, riwayat pekerjaan, dll.
Aset pribadi yang dimiliki penderita ketergantungan sangat penting untuk diketahui. Gunanya adalah untuk melihat kelebihan dan kekurangan penderita. Bila kekurangan sudah diketahui, akan lebih mudah untuk melakukan terapi atau kegiatan pendukung untuk lebih memperkuatnya. Sedangkan kelebihan perlu diketahui untuk membantu anak bina menemukan bakat atau minatnya, yang dapat ia kembangkan setelah ia keluar dari proses pengobatannya. Oleh karena itu sebaiknya penderita diberikan Vocational Assesment.
Yang perlu dilihat sebagai aset pribadi, menurut Joseph Nowinski ( 1990 ) adalah:
1. Pendidikan
a. Kelebihan & kekurangan akademik
b. Potensi akademik yang dimiliki
c. Hal-hal yang perlu segera diberikan setelah anak menyelesaikan proses pengobatannya
d. Minat pekerjaan
e. Keadaan intelektual atau bakat yang dimilikinya
2. Ketrampilan Sosial
a. Ketrampilan komunikasi
b. Kompetensi sosial (cara ia mendapat teman, hubungannya dengan teman, penerimaan teman-temannya)
c. Rekreasi (kegiatan favorit, minat, dll)
d. Manajemen stres (kemampuan adaptasi dan mengatasi stres)
e. Self esteem
3. Keimanan
Keimanan adalah hal yang penting dalam masa penyembuhan karena di masa penyembuhan diperlukan iman yang kuat untuk mengatasi tantangan-tantangan yang akan dihadapi oleh penderita.
D. KEADAAN KELUARGA PENDERITA
Keadaan keluarga juga merupakan hal yang amat penting dalam merencanakan terapi. Nilai positif maupun negatif dalam keluarga tersebut perlu diketahui untuk merancang jenis treatment yang paling tepat untuk penderita. Sama seperti halnya aset pribadi, nilai positif keluarga dapat digunakan sebagai penunjang keberhasilan penderita dalam melepaskan diri terhadap ketergantungan dari narkoba, sedangkan nilai negatif keluarga harus diperbaiki sehingga keluarga tersebut dapat berfungsi lebih efektif dalam membantu penderita, baik selama masa treatment maupun setelah ia kembali ke rumah.
Hal-hal penting yang perlu diperhatikan adalah:
1. Penggunaan Narkoba Oleh Orang Tua atau Saudara Penderita
a. Siapa yang kira-kira juga terlibat narkoba dalam keluarga
b. Apa akibatnya bagi penderita
c. Jenis terapi apa yang kira-kira sesuai untuk keluarga ini
2. Kondisi Spiritual Keluarga
a. Kebersamaan dalam keluarga
b. Keimanan keluarga
c. Trauma dalam keluarga
3. Komunikasi
a. Seberapa sering / efektif komunikasi antara anak & orang tua
b. Keadaan komunikasi keluarga
c. Bisakah salah satu dari orang tua atau saudara penderita yang dapat dijadikan model komunikasi efektif
d. Rencana perbaikan komunikasi
4. Keefektifan Orang Tua
a. Harapan orang tua (sesuai atau tidak dengan kemampuan anak)
b. Kepantasan orang tua untuk dijadikan contoh bagi anak-anaknya
c. Dukungan dan kasih sayang yang diberikan orang tua kepada anaknya.
Overdosis (OD) atau kelebihan dosis terjadi apabila tubuh mengabsorbsi obat lebih dari ambang batas kemampuannya (lethal doses). Biasanya, hal ini terjadi akibat adanya proses toleransi tubuh terhadap obat yang terjadi terus menerus, baik yang digunakan oleh para pemula maupun para pemakai yang kronis. OD sering terjadi pada penggunaan NARKOBA golongan narkotik bersamaan dengan alkohol dan obat tidur/anti depresan, misalnya golongan barbiturat luminal, valium, xanax, mogadon/BK, dan lain-lain).
A. GEJALA KLINIS YANG TIMBUL AKIBAT OVER DOSIS
Ada beberapa gejala klinis yang dapat dilihat pada para pecandu yang mengalami gejala over dosis, yakni:
1. Penurunan kesadaran
2. Frekuensi pernafasan kurang dari 12 kali per menit
3. Pupil miosis
4. Riwayat pemakaian morfin atau heroin mempunyai ciri yang khas yakni tanda bekas jarum suntik
B. PENANGANAN OVER DOSIS
Umumnya, mekanisme penanganan overdosis pada para pecandu NARKOBA yang dilakukan di rumah-rumah sakit atau klinik-klinik ketergantungan obat mempunyai dasar terapi yang sama. Upaya yang dilakukan ialah melakukan monitoring tanda-tanda vital dari tubuh manusia, yang meliputi:
1. Penanganan Kegawatan
a. Bebaskan jalan nafas
b. Berikan oksigen 100% sesuai kebutuhan
c. Pasang Infus Dextrose 5% emergensi NaCl 0,9% , atau cairan koloid bila diperlukan
d. Bila diperlukan, pasang endotracheal tube
2. Pemberian Antidotum Nalokson.
a. Tanpa hipoventilasi: Dosis awal diberikan 0,4 mg intra vena.
b. Dengan hipoventilasi : Dosis awal diberikan 1-2 mg intra vena.
c. Bila tidak ada respon dalam 5 menit, berikan Nalokson 1-2 mg intra vena sehingga timbul respon perbaikan kesadaran dan hilangnya depresi pernapasan, dilatasi pupil, atau telah mencapai dosis maksimal 10 mg.
d. Bila tidak ada respon, lapor konsulen ke Tim Narkoba.
e. Efek Nalokson akan berkurang 20 - 40 menit setelah pemberian dan pasien dapat jatuh dalam keadaan overdosis kembali, sehingga perlu pemantauan ketat terhadap tanda-tanda penurunan kesadaran, pernapasan, perubahan pada pupil, dan tanda vital yang lain selama 24 jam.
f. Untuk pencegahannya dapat diberikan drip Nalokson satu ampul dalam 500 cc Dexstrose 5% atau NaCl 0,9% yang diberikan dalam waktu 4 - 6 Jam.
g. Simpan sampel urin (untuk drug screen test dan urine rutin).
h. Lakukan foto torak untuk mengetahui ada atau tidaknya gangguan/sekunder infeksi pada paru-paru.
i. Pertimbangkan pemasangan ETT (endotracheal tube) bila dalam penanganan dengan pemberian Nalokson selama lebih dari 3 jam masih terdapat depresi pernafasan, gangguan oksigenasi, dan hipoventilasi menetap setelah pemberian Nalokson yang ke-2
j. Pasien dipuasakan selama 6 jam untuk menghindari aspirasi akibat spasme pirolik (dianjurkan setiap IGD mempunyai persediaan 5 ampul Nalokson untuk tindakan
PERAWATAN DAN PENGOBATAN UNTUK PENDERITA KETERGANTUNGAN NARKOBA
Dewasa ini kita dapat menemukan banyak cara sebagai usaha penyembuhan bagi penderita ketergantungan narkoba. Cara-cara tersebut beragam dari konsultasi pada psikolog atau psikiater, panti Rehabilitasi, minum obat-obatan tertentu, dll.
Yang dimaksud dengan kesembuhan adalah keadaan di mana penderita benar-benar putus hubungan dengan narkoba dan mengalami perubahan dalam kepribadian dan gaya hidup.Agar penderita ketergantungan ini dapat melepaskan diri dari ketergantungannya, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam merencanakan treatment bagi penderita.
Hal-hal yang harus diperhatikan tersebut adalah:
A. Keadaan fisik, psikologis dan masalah-masalah sosial yang dihadapi penderita
B. Tahap-Tahap Ketergantungan
C. Aset pribadi yang dimiliki, seperti prestasi sekolah, sikap, sifat, emosi, riwayat pekerjaan, dll.
D. Keadaan keluarga penderita.
Keempat hal tersebut akan kita lihat satu per satu di bawah ini.
A. KEADAAN FISIK, PSIKOLOGIS DAN MASALAH-MASALAH SOSIAL YANG DIHADAPI PENDERITA
Ketergantungan narkoba membawa dampak pada keadaan fisik, psikologis dan sosial penderitanya. Oleh karena itulah treatment harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat menjadi efektif dalam ketiga area tersebut, dengan penekanan pada hal-hal yang dianggap buruk
Artinya, orang tua atau pendamping penderita harus dapat melihat keadaan penderita & penyebab terjadinya penyalahgunaan obat. Bila keadaan fisiknya buruk, maka ia harus mendapatkan perawatan detoksifikasi terlebih dahulu, setelah itu berlanjut ke tahap yang selanjutnya
Kalau ternyata terdapat masalah pada kepribadian penderita, misalnya anak tidak dapat beradaptasi dengan baik dengan lingkungannya, atau manajemen stres penderita tidak baik, maka ia terlebih dahulu harus mendapatkan terapi dari psikolog untuk mengatasi masalah-masalah pribadinya. Sedangkan jika masalah yang ia hadapi tampak berasal dari lingkungannya, misalnya teman-teman yang kurang baik atau hal-hal lain, masalah inilah yang harus dihadapi terlebih dahulu. Penderita bisa dipindahkan sementara ke tempat lain yang jauh dari teman-teman tanpa perlu rehabilitasi atau cara-cara penyembuhan lain.
Hal-hal ini amat penting diketahui agar penyembuhan penderita tepat mengenai sasarannya. Bila masalah yang dihadapi sudah diketahui secara pasti, akan lebih mudah diketahui metode penyembuhan yang paling sesuai.
B. TAHAP-TAHAP KETERGANTUNGAN
1. Tahap Eksperimen dan Sosial :
Pada tahap ini ada beberapa jenis treatment yang dapat digunakan, antara lain: Outpatient Treatment. Karena pada tahap ini penderita baru mulai mencoba-coba menggunakan narkoba atau memakainya pada kegiatan sosialisasi, penderita tidak perlu diikutkan pada sejenis kegiatan rehabilitasi yang memisahkannya dari dunia luar. Penyuluhan di sekolah dapat bermanfaat bagi mereka yang masih mempunyai atensi pada guru atau guru BP di sekolah.
Kegiatan lain yang dapat dilakukan dalam outpatient treatment ini adalah terapi individu dan keluarga. Pemberi terapi, tentu saja, haruslah seseorang yang benar-benar ahli dalam bidang terapi seperti dokter, psikolog atau psikiater yang mendalami masalah ketergantungan narkoba.
2. Tahap Instrumental
Pada saat penderita sudah mulai lebih jauh menggunakan narkoba, ada 3 treatment yang dapat dijadikan pertimbangan, treatment yang diberikan harus sesuai dengan kondisi penderita pada saat itu. Bila keadaan lingkungan keluarga dan sosialnya memungkinkan ( tidak membahayakan atau lebih menjerumuskannya untuk menggunakan narkoba ). Berikut ini adalah berbagai macam perawatan yang dapat diberikan kepada penderita yang berada di tahap instrumental :
a. After School Program
Pada program ini, penderita tetap dapat menjalankan kehidupannya seperti biasa pada pagi hari ( sekolah, kuliah atau bekerja ). Kemudian pada sore atau malam hari, terapi grup dilakukan. Terapi grup ini biasanya berupa pertemuan dan pergi bersama-sama pada akhir minggu. Sebagai tambahan, dapat dilakukan juga terapi individu dan keluarga.
b. Partial Hospitalization
Pada partial hospitalization, seorang korban narkoba diperbolehkan tinggal di rumah, tetapi setiap hari ia datang ke tempat rehabilitasi. Di tempat ini, korban menghabiskan sekitar 8 jam sehari. Di sana ia dapat sekolah atau mengerjakan hal-hal lain yang sudah terprogram dengan baik. Biasanya pendidikan formal dan pengetahuan tentang narkoba termasuk di dalamnya. Terapi-terapi juga dapat dilakukan pada waktu ia berada di sana. Dukungan terpenting yang harus ia dapatkan selama berada dalam program ini adalah dukungan terapi dan pendidikan keluarga. Selama penderita ada dalam program ini, keluarga juga mendapatkan pendidikan mengenai narkoba.
3. Tahap Pembiasaan dan Kompulsif
Pada tahap ini cara yang terbaik untuk seorang korban narkoba adalah menjauhkan mereka dari lingkungannya Untuk penderita tahap pembiasaan, short-term residential care masih dapat dilakukan. Short term residential care ini biasanya memakan waktu sekitar 4-6 minggu. Pusat rehabilitasi short term yang baik haruslah memiliki program-program yang terstruktur dan terlaksana dengan baik. Dalam program tersebut juga harus dimasukkan pendidikan mengenai narkoba baik kepada anak bina maupun keluarga. Terapi keluarga dan anak bina juga sebaiknya dilaksanakan, begitu pula dengan pertemuan atau program-program yang melibatkan masyarakat sekitarnya.
Untuk penderita ketergantungan tahap kompulsif, long term care lebih disarankan. Program yang diberikan biasanya tidak jauh berbeda dari short term care, hanya waktu yang dibutuhkan lebih lama, biasanya sekitar 6 bulan sampai 1 tahun atau mungkin lebih.
Setelah seorang korban narkoba telah mengikuti program panti rehabilitasi, ada sebuah program bernama Halfway House yang bisa diikuti. Halfway house adalah suatu program transisi antara pusat rehabilitasi dan kembalinya anak bina pada kehidupan dengan lingkungan keluarganya. Pada saat ini pula mereka biasanya melakukan kegiatan-kegiatan atau terapi penunjang yang dapat mereka ikuti setelah mereka benar-benar kembali ke rumah.Hal penting yang harus diingat oleh orang tua atau pendamping anak bina adalah pusat rehabilitasi baik short maupun long term tidak menjamin anak bina akan langsung sembuh total begitu keluar dari pusat rehabilitasi tersebut. Anak bina masih perlu mendapat bimbingan setelah keluar dari panti rehabilitasi dan dukungan dari keluarga.
C. ASET PRIBADI YANG DIMILIKI KORBAN NARKOBA seperti prestasi sekolah, sikap, sifat, emosi, riwayat pekerjaan, dll.
Aset pribadi yang dimiliki penderita ketergantungan sangat penting untuk diketahui. Gunanya adalah untuk melihat kelebihan dan kekurangan penderita. Bila kekurangan sudah diketahui, akan lebih mudah untuk melakukan terapi atau kegiatan pendukung untuk lebih memperkuatnya. Sedangkan kelebihan perlu diketahui untuk membantu anak bina menemukan bakat atau minatnya, yang dapat ia kembangkan setelah ia keluar dari proses pengobatannya. Oleh karena itu sebaiknya penderita diberikan Vocational Assesment.
Yang perlu dilihat sebagai aset pribadi, menurut Joseph Nowinski ( 1990 ) adalah:
1. Pendidikan
a. Kelebihan & kekurangan akademik
b. Potensi akademik yang dimiliki
c. Hal-hal yang perlu segera diberikan setelah anak menyelesaikan proses pengobatannya
d. Minat pekerjaan
e. Keadaan intelektual atau bakat yang dimilikinya
2. Ketrampilan Sosial
a. Ketrampilan komunikasi
b. Kompetensi sosial (cara ia mendapat teman, hubungannya dengan teman, penerimaan teman-temannya)
c. Rekreasi (kegiatan favorit, minat, dll)
d. Manajemen stres (kemampuan adaptasi dan mengatasi stres)
e. Self esteem
3. Keimanan
Keimanan adalah hal yang penting dalam masa penyembuhan karena di masa penyembuhan diperlukan iman yang kuat untuk mengatasi tantangan-tantangan yang akan dihadapi oleh penderita.
D. KEADAAN KELUARGA PENDERITA
Keadaan keluarga juga merupakan hal yang amat penting dalam merencanakan terapi. Nilai positif maupun negatif dalam keluarga tersebut perlu diketahui untuk merancang jenis treatment yang paling tepat untuk penderita. Sama seperti halnya aset pribadi, nilai positif keluarga dapat digunakan sebagai penunjang keberhasilan penderita dalam melepaskan diri terhadap ketergantungan dari narkoba, sedangkan nilai negatif keluarga harus diperbaiki sehingga keluarga tersebut dapat berfungsi lebih efektif dalam membantu penderita, baik selama masa treatment maupun setelah ia kembali ke rumah.
Hal-hal penting yang perlu diperhatikan adalah:
1. Penggunaan Narkoba Oleh Orang Tua atau Saudara Penderita
a. Siapa yang kira-kira juga terlibat narkoba dalam keluarga
b. Apa akibatnya bagi penderita
c. Jenis terapi apa yang kira-kira sesuai untuk keluarga ini
2. Kondisi Spiritual Keluarga
a. Kebersamaan dalam keluarga
b. Keimanan keluarga
c. Trauma dalam keluarga
3. Komunikasi
a. Seberapa sering / efektif komunikasi antara anak & orang tua
b. Keadaan komunikasi keluarga
c. Bisakah salah satu dari orang tua atau saudara penderita yang dapat dijadikan model komunikasi efektif
d. Rencana perbaikan komunikasi
4. Keefektifan Orang Tua
a. Harapan orang tua (sesuai atau tidak dengan kemampuan anak)
b. Kepantasan orang tua untuk dijadikan contoh bagi anak-anaknya
c. Dukungan dan kasih sayang yang diberikan orang tua kepada anaknya.
AKIBAT PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA
Akibat yang ditimbulkan bagi para penyalahguna nakotika yang sudah acuet atau kecanduan, antara lain :
1. Merusak susunan syaraf pusat atau merusak orang organ tubuh lainnya, seperti hati dan ginjal serta menimbulkan penyakit lain dalam tubuh, seperti bintik- bintik merah pada kulit seperti kudis. Hal ini berakibat melemahnya fisik , daya fikir dan merosotnya moral yang cenderung melakukan perbuatan penyimpangan sosial dalam masyarakat.
2. Dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan penggunaan narkotika akibat ketergantungannya , Mereka dapat menghalalkan segala cara demi memperoleh narkotika. Awalnya mengambil dan menjual barang-barang milik pribadi, kemudian terus meningkat dengan mengambil barang-barang milik keluarganya dan kemudian pada gilirannya melakukan tindak pidana baik berupa pencuriaaan, perampokan , dan lain-lainnya sekedar untuk membeli narkotika.
AKIBAT PENYALAHGUNAAN PSYKOTROPIKA
Psykotropika terbagi dalam empat golongan yaitu psykotropika golongan I, psykotropika golongan II, psykotropika golongan III, psykotropika golongan IV.
Sebagai contoh psykotropika yang sedang populer dan banyak disalahgunakan pada akhir-akhir ini adalah psykotropika golongon I, diantaranya yang dikenal dng nama Ecstasy dan psykotropika golonga II yang dikenal dengan nama sabu-sabu.
Ecstasy merupakan pil yang mempunyai reaksi relatif cepat yaiitu sekitar 40 menit setelah ditelan / dimakan efeknya akan terasa, yaitu pemakaianya terasa hangat, energik dan bahagia fisik maupun mental.
Ketahanan reaksi ecstasy tergantung dari toleransi pemakaianya. Perasaan-perasaan energik dan bahagia tersebut akan berakhir sekitar dua sampai empat jam. Sedangkan akibatnya buruknya setelah efek tersebut berakhir akan berubah seperti keracunan, tubuh mengalami kelelahan dan mulut terasa capai / kaku.
EFEK YANG DITIMBULKAN DENGAN MENGKONSUMSI PSIKITROPIKA
1. Efek farmakologi
Efek farmakologi dari ecstasi tidak hanya bersifat stimulant tetapi juga mempunyai sifat halusinogenik yaitu menimbulkan khayalan-khayalan yang nikmat dan menyenangkan. Secara rinci adalah:
a. Meningkatkan daya tahan tubuh
b. Meningkatkan kewaspadaan
c. Menimbulkan rasa nikmat dan bahagia semu
d. Menimbulkan khayalan yang menyenangkan
e. Menurunkan emosi
2. Efek Samping
Efek Samping yang berlebihan antara lain:
a. Muntah dan mual
b. Gelisah
c. Sakit kepala
d. Nafsu makan berkurang
e. Denyut jantung berkurang
f. Timbul khayalan yang menakutkan
g. Kejang-kejang
3. Efek terhadap organ tubuh
Efek atas penggunaan ecstasi terhadap organ tubuh manusia yaitu dapat menimbilkan ganguan pada otak jantung, ginjal, hati, kuluit dan kemaluan.
4. Efek-efek lainnya Setelah pengaruh ecstasi habis beberapa jam atau beberapa hari tergantung dengan dosis pemakaiannya, maka penguna akan mengalami.
a. Tidur berlama-lama dalam gelap
b. Depresi
c. Apatis
d. Kematian karena adanya payah jantung serta krisis hipertensi atau pendarahan pada otak
AKIBAT PENYALAHGUNAAN BAHAN BERBAHAYA (MINUMAN KERAS)
1. Farmakologi
Alkohol dalam air larut sebagai molekul2 kecil sehingga dengan cepat dan mudah diserap melalui pencernaan kemudian disebarkan keseluruh jaringan dan cairan tubuh. Pada jaringan otak kadar alkohol lebih banyak daripada yang mengalir ke darah maupun urine sehingga dalam wakytu 30 menit pertama penyerapan mencapai 58% dan kemudian 88% dalam 60 menit pertama, selanjutnya 93% dalam 90 menit pertama.
2. Gangguan kesehatan fisik
Meminum minuman beralkohol dalam jumlah banyak menimbulkan kerusakan hati, jantung, pangkreas, lambung dan otot. Pada pemakain kronis minuman keras dapat terjadi pengerasan hati peradangan pangkreas dan peradangan lambung.
3. Gangguan kesehatan jiwa
Dalam jumlah yang berlebihan, alkohol dapat merusak secara permanen jaringan otak sehingga menimbulkan gangguan daya ingatan, kemampuan penilaian, kemampuan belajar dan gangguan jiwa tertentu.
4. Gangguan terhadap kantibmas
Akibat minuman keras perasaan seseorang menjadi mudah tersinggung dan perhatian terhadap lingkungan terganggu dan juga menekan pusat pengendalian diri sehingga yang bersangkutan menjadi berani dan agresif. Pengendalian diri yang tidak terkontrol tersebut menimbulkan tindakan-tindakan yang melanggar norma-norma dan sikap moral bahkan tidak sedikit yang melakukan tindak pidana atau kriminal.
Akibat yang ditimbulkan bagi para penyalahguna nakotika yang sudah acuet atau kecanduan, antara lain :
1. Merusak susunan syaraf pusat atau merusak orang organ tubuh lainnya, seperti hati dan ginjal serta menimbulkan penyakit lain dalam tubuh, seperti bintik- bintik merah pada kulit seperti kudis. Hal ini berakibat melemahnya fisik , daya fikir dan merosotnya moral yang cenderung melakukan perbuatan penyimpangan sosial dalam masyarakat.
2. Dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan penggunaan narkotika akibat ketergantungannya , Mereka dapat menghalalkan segala cara demi memperoleh narkotika. Awalnya mengambil dan menjual barang-barang milik pribadi, kemudian terus meningkat dengan mengambil barang-barang milik keluarganya dan kemudian pada gilirannya melakukan tindak pidana baik berupa pencuriaaan, perampokan , dan lain-lainnya sekedar untuk membeli narkotika.
AKIBAT PENYALAHGUNAAN PSYKOTROPIKA
Psykotropika terbagi dalam empat golongan yaitu psykotropika golongan I, psykotropika golongan II, psykotropika golongan III, psykotropika golongan IV.
Sebagai contoh psykotropika yang sedang populer dan banyak disalahgunakan pada akhir-akhir ini adalah psykotropika golongon I, diantaranya yang dikenal dng nama Ecstasy dan psykotropika golonga II yang dikenal dengan nama sabu-sabu.
Ecstasy merupakan pil yang mempunyai reaksi relatif cepat yaiitu sekitar 40 menit setelah ditelan / dimakan efeknya akan terasa, yaitu pemakaianya terasa hangat, energik dan bahagia fisik maupun mental.
Ketahanan reaksi ecstasy tergantung dari toleransi pemakaianya. Perasaan-perasaan energik dan bahagia tersebut akan berakhir sekitar dua sampai empat jam. Sedangkan akibatnya buruknya setelah efek tersebut berakhir akan berubah seperti keracunan, tubuh mengalami kelelahan dan mulut terasa capai / kaku.
EFEK YANG DITIMBULKAN DENGAN MENGKONSUMSI PSIKITROPIKA
1. Efek farmakologi
Efek farmakologi dari ecstasi tidak hanya bersifat stimulant tetapi juga mempunyai sifat halusinogenik yaitu menimbulkan khayalan-khayalan yang nikmat dan menyenangkan. Secara rinci adalah:
a. Meningkatkan daya tahan tubuh
b. Meningkatkan kewaspadaan
c. Menimbulkan rasa nikmat dan bahagia semu
d. Menimbulkan khayalan yang menyenangkan
e. Menurunkan emosi
2. Efek Samping
Efek Samping yang berlebihan antara lain:
a. Muntah dan mual
b. Gelisah
c. Sakit kepala
d. Nafsu makan berkurang
e. Denyut jantung berkurang
f. Timbul khayalan yang menakutkan
g. Kejang-kejang
3. Efek terhadap organ tubuh
Efek atas penggunaan ecstasi terhadap organ tubuh manusia yaitu dapat menimbilkan ganguan pada otak jantung, ginjal, hati, kuluit dan kemaluan.
4. Efek-efek lainnya Setelah pengaruh ecstasi habis beberapa jam atau beberapa hari tergantung dengan dosis pemakaiannya, maka penguna akan mengalami.
a. Tidur berlama-lama dalam gelap
b. Depresi
c. Apatis
d. Kematian karena adanya payah jantung serta krisis hipertensi atau pendarahan pada otak
AKIBAT PENYALAHGUNAAN BAHAN BERBAHAYA (MINUMAN KERAS)
1. Farmakologi
Alkohol dalam air larut sebagai molekul2 kecil sehingga dengan cepat dan mudah diserap melalui pencernaan kemudian disebarkan keseluruh jaringan dan cairan tubuh. Pada jaringan otak kadar alkohol lebih banyak daripada yang mengalir ke darah maupun urine sehingga dalam wakytu 30 menit pertama penyerapan mencapai 58% dan kemudian 88% dalam 60 menit pertama, selanjutnya 93% dalam 90 menit pertama.
2. Gangguan kesehatan fisik
Meminum minuman beralkohol dalam jumlah banyak menimbulkan kerusakan hati, jantung, pangkreas, lambung dan otot. Pada pemakain kronis minuman keras dapat terjadi pengerasan hati peradangan pangkreas dan peradangan lambung.
3. Gangguan kesehatan jiwa
Dalam jumlah yang berlebihan, alkohol dapat merusak secara permanen jaringan otak sehingga menimbulkan gangguan daya ingatan, kemampuan penilaian, kemampuan belajar dan gangguan jiwa tertentu.
4. Gangguan terhadap kantibmas
Akibat minuman keras perasaan seseorang menjadi mudah tersinggung dan perhatian terhadap lingkungan terganggu dan juga menekan pusat pengendalian diri sehingga yang bersangkutan menjadi berani dan agresif. Pengendalian diri yang tidak terkontrol tersebut menimbulkan tindakan-tindakan yang melanggar norma-norma dan sikap moral bahkan tidak sedikit yang melakukan tindak pidana atau kriminal.
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA,
PSYKOTROPIKA DAN BAHAN BERBAHAYA (MINUMAN KERAS)
Penyalahgunaan narkotika, psykotropika dan minuman keras pada umumnya disebabkan karena zat-zat tersebut menjanjikan sesuatu yang dapat memberikan rasa kenikmatan, kenyamanan, kesenangan dan ketenangan, walaupun hal itu sebenarnya hanya dirasakan secara semu.
Penyalahgunaan zat-zat ini disebabkan beberapa faktor, antara lain :
A. Lingkungan sosial
1. Motif ingin tahu
Di masa remaja, seseorang lazim mempunyai sifat selalu ingin tahu segala sesuatu dan ingin mencoba sesuatu yang belum atau kurang diketahui dampak negatifnya. Bentuk rasa ingin tahu dan ingin mencoba itu misalnya dengan mengenal narkotika, psykotropika maupun minuman keras atau bahan berbahaya lainnya
2. Kesempatan
Kesibukan kedua orang tua maupun keluarga dengan kegiatannya masing-masing, atau dampak perpecahan rumahtangga akibat broken home, serta kurangnya kasih sayang merupakan celah kesempatan para remaja mencari pelarian dengan cara menyalahgunakan narkotika, psykotropika maupun minuman keras atau bahan/obat berbahaya.
3. Sarana dan prasana
Ungkapan rasa kasih sayang orangtua terhadap putra-putrinya seperti memberikan fasilitas dan uang yang berlebihan, bisa jadi pemicu penyalah-gunakan uang saku untuk membeli Narkotika untuk memuaskan segala keingintahuan dirinya . Biasanya, para remaja mengawalinya dengan merasakan minuman keras, Baru kemudian mencoba-coba narkotika dan obat terlarang psykotrropika.
B. Kepribadian
1. Rendah diri
Perasaan rendah diri di dalam pergaulan bermasyarakat, seperti di lingkungan sekolah, tempat kerja, dan sebagainya sehingga tdk dapat mengatasi perasaan itu, remaja berusaha untuk menutupi kekurangannya agar dapat menunjukan eksistensi dirinya, melakukannya dengan cara menyalahgunakan narkotika, psykotropika maupun minuman keras sehingga dapat merasakan memperoleh apa-apa yang diangan-angankan antara lain lebih aktif, lebih berani dsb.
2. Emosioanal
Kelabilan emosi remaja pada masa pubertas dapat mendorong remaja melakukan kesalhan fatal. Pada masa -masa ini biasanya mereka ingin lepas dari ikatan aturan-aturan yang di berlakukan oleh orang tuanya. Padahal disisi lain masih ada ketergantungan sehingga hal itu berakibat timbulnya konflik pribadi.
Dalam upaya terlepas dari konfllik-pribadi itu, mereka mencari pelarian dengan menyalahgunakan narkotika, psykotropika maupun minuman keras atau obat berbahaya dengan tujuan berusaha untuk mengurangi keterangan atau agar lebih berani menentang kehendak dan aturan yang diberikan oleh orang tuanya.
3. Mental
Lemahnya mental seorang akan mudah untuk dipengaruhi perbuatan dan tindakan atau hal-hal yang negatif oleh lingkungan sekitarnya. Sehingga kesemua pengaruh negatif ini pada gilirannya menjurus kepada aktifitas penyalahgunaan narkotika, psykotropika maupun minuman keras atau obat berbahaya tidak dapat mengimbangi perilaku dalam lingkunganya dan dirinya merasa diasingkan .
PSYKOTROPIKA DAN BAHAN BERBAHAYA (MINUMAN KERAS)
Penyalahgunaan narkotika, psykotropika dan minuman keras pada umumnya disebabkan karena zat-zat tersebut menjanjikan sesuatu yang dapat memberikan rasa kenikmatan, kenyamanan, kesenangan dan ketenangan, walaupun hal itu sebenarnya hanya dirasakan secara semu.
Penyalahgunaan zat-zat ini disebabkan beberapa faktor, antara lain :
A. Lingkungan sosial
1. Motif ingin tahu
Di masa remaja, seseorang lazim mempunyai sifat selalu ingin tahu segala sesuatu dan ingin mencoba sesuatu yang belum atau kurang diketahui dampak negatifnya. Bentuk rasa ingin tahu dan ingin mencoba itu misalnya dengan mengenal narkotika, psykotropika maupun minuman keras atau bahan berbahaya lainnya
2. Kesempatan
Kesibukan kedua orang tua maupun keluarga dengan kegiatannya masing-masing, atau dampak perpecahan rumahtangga akibat broken home, serta kurangnya kasih sayang merupakan celah kesempatan para remaja mencari pelarian dengan cara menyalahgunakan narkotika, psykotropika maupun minuman keras atau bahan/obat berbahaya.
3. Sarana dan prasana
Ungkapan rasa kasih sayang orangtua terhadap putra-putrinya seperti memberikan fasilitas dan uang yang berlebihan, bisa jadi pemicu penyalah-gunakan uang saku untuk membeli Narkotika untuk memuaskan segala keingintahuan dirinya . Biasanya, para remaja mengawalinya dengan merasakan minuman keras, Baru kemudian mencoba-coba narkotika dan obat terlarang psykotrropika.
B. Kepribadian
1. Rendah diri
Perasaan rendah diri di dalam pergaulan bermasyarakat, seperti di lingkungan sekolah, tempat kerja, dan sebagainya sehingga tdk dapat mengatasi perasaan itu, remaja berusaha untuk menutupi kekurangannya agar dapat menunjukan eksistensi dirinya, melakukannya dengan cara menyalahgunakan narkotika, psykotropika maupun minuman keras sehingga dapat merasakan memperoleh apa-apa yang diangan-angankan antara lain lebih aktif, lebih berani dsb.
2. Emosioanal
Kelabilan emosi remaja pada masa pubertas dapat mendorong remaja melakukan kesalhan fatal. Pada masa -masa ini biasanya mereka ingin lepas dari ikatan aturan-aturan yang di berlakukan oleh orang tuanya. Padahal disisi lain masih ada ketergantungan sehingga hal itu berakibat timbulnya konflik pribadi.
Dalam upaya terlepas dari konfllik-pribadi itu, mereka mencari pelarian dengan menyalahgunakan narkotika, psykotropika maupun minuman keras atau obat berbahaya dengan tujuan berusaha untuk mengurangi keterangan atau agar lebih berani menentang kehendak dan aturan yang diberikan oleh orang tuanya.
3. Mental
Lemahnya mental seorang akan mudah untuk dipengaruhi perbuatan dan tindakan atau hal-hal yang negatif oleh lingkungan sekitarnya. Sehingga kesemua pengaruh negatif ini pada gilirannya menjurus kepada aktifitas penyalahgunaan narkotika, psykotropika maupun minuman keras atau obat berbahaya tidak dapat mengimbangi perilaku dalam lingkunganya dan dirinya merasa diasingkan .
Klasifikasi NAPZA :
NAPZA dapat diklasifikasikan menjadi 3 yaitu :
(1). Narkotika
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. Didalam Undang-undang RI No. 2 tahun 1997 zat narkotika dibedakan menjadi 3 golongan yaitu :
a. Narkotika golongan I
Narkotika golongan ini hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam ilmu pengobatan sera mempunyai potensi sangat tinggi menimbulkan ketergantungan. Contoh : Heroin (Putaw), Kokain, Ganja.
b. Narkotika golongan II
Narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh : Morfin, Petidin
c. Narkotika golongan III
Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta memiliki potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Contoh : Kodein.
(2). Psikotropika
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan Narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebakan perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku. Menurut Undang-undang RI No. 5 tahun 1997, psikotropika dibagi menjadi 4 golongan yaitu:
a. Psikotropika golongan I
Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi sangat kuat mengakibatkan sindrom ketergantungan. Contoh : Ekstasi
(5-metoksi-3,4-metilen-dioksiamfetamin), Shabu, LSD (lysergic acid diethylamide).
b. Psikotropika golongan II
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan atau tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindrom ketergantungan. Contoh : Amfetamin, metilfenidat atau Ritalin.
c. Psikotropika golongan III
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta menpunyai potensi sedang mengakibatkan sindrom ketergantungan. Contoh : Pentobarbital, Flunitrazepam.
d. Psikotropika golongan IV
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindrom ketergantungan. Contoh : Diazepam, Bromazepam, Fenobarbital, Klonazepam, Klordiazepoxid, Nitrazepam seperti pil KB dan Dum.
(3). Zat adiktif lain
Zat adiktif adalah bahan atau zat yang berpengaruh psikoaktif diluar yang disebut narkotika dan psikotropika, meliputi :
a. Minuman beralkohol
Minuman beralkohol adalah minuman yang mengandung etil alkohol yang berpengaruh menekan susunan saraf pusat dan sering menjadi bagian dari kehidupan manusia sehari-hari dalam kebudayaan tertentu. Jika digunakan sebagai campuran dengan narkotika atau psikotropika memperkuat pengaruh obat atau zat itu dalam tubuh manusia. Minuman beralkohol dibagi menjadi 3 golongan yaitu :
a) Golongan A : kadar etanol 1-5 % (bir)
b) Golongan B : kadar etanol 5-20 % (berbagai minuman anggur)
c) Golongan C : kadar etanol 20-45 % (Whisky, Vodca, Manson House (Johny Walker)
b. Inhalasi
Inhalasi (gas yang dihirup) dan solven (zat pelarut) mudah menguap berupa senyawa organik, yang terdapat pada berbagai barang keperluan rumah tangga, kantor, dan sebagai pelumas mesin. Contoh : Lem, Tiner, Penghapus cat kuku, Bensin.
c. Tembakau
Pemakaian tembakau yang mengandung nikotik sangat luas dimasyarakat, pemakaian rokok dan alcohol terutama pada remaja, harus menjadi bagian dari upaya pencegahan, karena rokok dan alkohol sering menjadi pintu masuk penyalahgunaan NAPZA lain yang berbahaya
(1). Narkotika
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. Didalam Undang-undang RI No. 2 tahun 1997 zat narkotika dibedakan menjadi 3 golongan yaitu :
a. Narkotika golongan I
Narkotika golongan ini hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam ilmu pengobatan sera mempunyai potensi sangat tinggi menimbulkan ketergantungan. Contoh : Heroin (Putaw), Kokain, Ganja.
b. Narkotika golongan II
Narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh : Morfin, Petidin
c. Narkotika golongan III
Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta memiliki potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Contoh : Kodein.
(2). Psikotropika
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan Narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebakan perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku. Menurut Undang-undang RI No. 5 tahun 1997, psikotropika dibagi menjadi 4 golongan yaitu:
a. Psikotropika golongan I
Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi sangat kuat mengakibatkan sindrom ketergantungan. Contoh : Ekstasi
(5-metoksi-3,4-metilen-dioksiamfetamin), Shabu, LSD (lysergic acid diethylamide).
b. Psikotropika golongan II
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan atau tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindrom ketergantungan. Contoh : Amfetamin, metilfenidat atau Ritalin.
c. Psikotropika golongan III
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta menpunyai potensi sedang mengakibatkan sindrom ketergantungan. Contoh : Pentobarbital, Flunitrazepam.
d. Psikotropika golongan IV
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindrom ketergantungan. Contoh : Diazepam, Bromazepam, Fenobarbital, Klonazepam, Klordiazepoxid, Nitrazepam seperti pil KB dan Dum.
(3). Zat adiktif lain
Zat adiktif adalah bahan atau zat yang berpengaruh psikoaktif diluar yang disebut narkotika dan psikotropika, meliputi :
a. Minuman beralkohol
Minuman beralkohol adalah minuman yang mengandung etil alkohol yang berpengaruh menekan susunan saraf pusat dan sering menjadi bagian dari kehidupan manusia sehari-hari dalam kebudayaan tertentu. Jika digunakan sebagai campuran dengan narkotika atau psikotropika memperkuat pengaruh obat atau zat itu dalam tubuh manusia. Minuman beralkohol dibagi menjadi 3 golongan yaitu :
a) Golongan A : kadar etanol 1-5 % (bir)
b) Golongan B : kadar etanol 5-20 % (berbagai minuman anggur)
c) Golongan C : kadar etanol 20-45 % (Whisky, Vodca, Manson House (Johny Walker)
b. Inhalasi
Inhalasi (gas yang dihirup) dan solven (zat pelarut) mudah menguap berupa senyawa organik, yang terdapat pada berbagai barang keperluan rumah tangga, kantor, dan sebagai pelumas mesin. Contoh : Lem, Tiner, Penghapus cat kuku, Bensin.
c. Tembakau
Pemakaian tembakau yang mengandung nikotik sangat luas dimasyarakat, pemakaian rokok dan alcohol terutama pada remaja, harus menjadi bagian dari upaya pencegahan, karena rokok dan alkohol sering menjadi pintu masuk penyalahgunaan NAPZA lain yang berbahaya
APA ITU NAPZA???
NAPZA (narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain) adalah bahan/zat/obat yang bila masuk kedalam tubuh manusia akan mempengaruhi tubuh terutama otak atau susunan saraf pusat sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik, psikis, dan fungsi sosialnya karena terjadi kebiasaan, ketagihan (adiksi) serta ketergantungan (dependensi) terhadap NAPZA (9) NAPZA sering disebut juga sebagai zat psikoaktif yaitu zat yang bekerja pada otak, sehingga menimbulkan perubahan perilaku, perasaan, dan pikiran.
Selamat Datang....
DRUG ABUSE INFORMATION CENTER
merupakan pelayanan informasi kesehatan yang akan membantu anda memperoleh informasi mengenai seluk beluk NAPZA (narkotika, psikotropika,zat adiktif lainnya) , penyalahgunaan, ketergantungan, terapi dan rujukan rumah sakit ketergantungan yang ada di Indonesia..
Kami ada membantu Anda memerangi NAPZA
Langganan:
Postingan (Atom)